Scroll untuk membaca artikel
Pemprov Lampung

Wakil Pemerintah Bukan Ditangan Istri Pejabat 

0
×

Wakil Pemerintah Bukan Ditangan Istri Pejabat 

Share this article

radartvnews.com –Tugas dan kewenangan wakil kepala daerah, baik itu wakil walikota, gubernur, ataupun bupati, seyogyanya sudah jelas diatur dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Wakil kepala daerah sendiri, memiliki tugas membantu kepala daerah dalam memimpin penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, dan mengoordinasikan kegiatan satuan kerja perangkat daerah, instansi vertikal di daerah, serta menindaklanjuti temuan pengawasan.

Namun hal itu justru berbanding terbalik dengan kondisi Yusuf Kohar, yang menjabat sebagai Wakil Walikota di Pemerintahan Kota (Pemkot) Bandarlampung.

Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Lampung ini menilai, walikota sebagai pengambil keputusan dalam menjalankan roda pemerintahan di Bandarlampung, lebih percaya diri untuk bekerja sendiri dan lebih condong memberdayakan sang istri, yang sebenarnya istri dari pemimpin itu sendiri bukanlah bagian dari pejabat pemerintah yang bisa mengatur roda pemerintahan.

“Para istri-istri itu seharusnya membantu keberhasilan pemerintahan, bukan malah sebaliknya, pemerintah membantu kegiatan PKK, majelis, dan lain sebagainya,” kata Wakil Ketua Kadinda Lampung itu, di Bandarlampung, Senin (16/10).

Dirinya juga melihat, cara memilih pemimpin dalam pemerintahan ialah pemimpin yang tidak bisa diintervensi oleh istri dalam urusan jalannya roda pemerintahan. Namun demikian istri mendukung penuh tugas maupun program suami.

“Pemerintahan itu supaya baik harus dijalankan oleh sistem yang ada supaya jalannya pemerintahan berjalan sebagai sistem. Ini tidak boleh sama sekali diganggu karena dasarnya adalah aturan hukum dan undang-undang. Misalkan Gubernur punya wakil, Walikota juga punya wakil, bupati juga gitu jadi semuanya diatur,” ungkapnya.

Sistem pemerintahan yang ada, tutur dia, memberikan fungsi dan porsi kepada wakil, sebab bila pemimpin katakanlah kepala daerah setingkat walikota/bupati tidak memfungsikan wakilnya maka bukan pemimpin yang sehat dan itu harus menjadi pertimbangan bagi masyarakat untuk memilihnya.

“Jadi istri kepala daerah sebagai pemimpin tidak boleh ikut campur urusan suami, apalagi mengatur jalannya pemerintahan. Suami juga jangan diam saja takut istri. Ini bukan cuma ikut ngatur-ngatur tapi malah sampai nak marahi camat, lurah,kepala dinas, kepala badan, sekolah-sekolah, sampai puskesmas. Jadi dia (istri) bukan pejabat negara, dia bukan pejabat pemerintahan,” tukasnya.

Pemimpin yang istrinya ikut-ikutan mengatur pemerintahan, dan suami juga takut istri jangan dipilih karena membahayakan bagi jalannya pemerintahan yang sehat. Karenanya istri pemimpin harus tahu tugas diantaranya membantu program dibidang PKK, Dekranasda dan Dharmawanita.

“Pemimpin harus memberdayakan wakil karena hukum mengatur adanya wakil, sudah jelas dalam undang-undang,” tandasnya. (rls)