Scroll untuk membaca artikel
Utama

Energi Baru Untuk Hidup Baru

3
×

Energi Baru Untuk Hidup Baru

Share this article
Ecology landscape - climate change concept, desert invasion

Radartvnews.com – Selama lebih dari setengah abad, orang-orang berbicara tentang perubahan iklim, dan sekarang perubahan iklim tampaknya semakin buruk, kenyataannya adalah, semakin banyak kita mempelajari masalah ini dan segala sesuatu yang berkontribusi pada hal tersebut, semakin kita menyadari bahwa betapa kita tidak mengerti apapun, hingga Bumi telah dipenuhi dengan emisi karbon.

Surga telah hancur terdegradasi, dan kita secara sadar, melakukan ini. Lalu, seberapa jauh tindakan kita melukai bumi? dan adakah yang bisa kita lakukan untuk menghentikannya?

Punahnya beberapa spesies berbeda seperti burung dodo, Tasmanian, moa , merpati penumpang (passenger pigeon)  dan masih banyak lagi, menjadi peringatan awal bagi kita, dan seharusnya tidak hanya sekedar peringatan saja, Mengapa? Karena burung merpati sebelumnya merupakan spesies yang paling banyak di muka bumi ini, bayangkan…ini seharusnya menjadi petaka bagi kita semua.

Betapa kita (manusia), terlebih lagi untuk para perambah, penambang, yang pada prosesnya hanya memikirkan faktor ekonomi, dengan “naif” telah melenyapkan spesies-spesies tersebut beserta seluruh ekosistem selamanya.

Perubahan iklim bergerak beriringan bersamaan dengan majunya teknologi, salah satu meningkat, yang lain ikut meningkat pula. Industri bertebaran dimuka bumi ini seiring dengan perubahan kebutuhan manusia, membuat racun (emisi karbon) ini semakin kompleks, dalam skala yang jauh lebih besar.

Jika kita ingin “berperang” melawan perubahan iklim secara efektif, kita harus tahu akar masalahnya, kita harus mengakui bahwa ekonomi dunia bergerak berkat bahan bakar fosil diantaranya seperti minyak, batubara dan gas alam, dan untuk bisa memproduksi bahan bakar fosil tersebut dengan cara yang menghancurkan dan merusak lingkungan.

Manusia pada abad ke 21 ini sangat menggantungkan hidupnya terhadap energi, dan hingga saat ini, lebih dari 90 persen energi dihasilkan melalui bahan bakar fosil, yang artinya…apapun yang kita lakukan, memicu lepasnya karbon dioksida co2,  mengangkasa merusak atmosfir yang mengarah kepada perubahan iklim.

Permukaan es di kutub akan mencair, laut akan mulai naik, terjadi pola cuaca yang berbahaya, banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan, kedengarannya seperti mimpi buruk fiksi ilmiah yang menghibur, kecuali itu semua benar pernah terjadi, dan sayangnya itu benar-benar terjadi di masa sekarang. Apakah Anda tidak tahu?.

Mustahil meninggalkan energi yang menggerakan kehidupan kita, namun kita bisa merubah cara untuk menghasilkan energi yang tidak merusak ekosistem bumi.

Masih ada harapan membentang di cakrawala, kita hanya perlu bertindak cepat, kita memiliki ratusan solusi perubahan iklim yang tersedia di ujung jari kita, yang ketika ditingkatkan, dapat berhasil mencegah, dan kemudian menyeimbangkan jumlah co2 di atmosfer kembali ke level pra-industri.

Berdasarkan data dari project drawdown, terdapat ratusan solusi terhadap perubahan iklim, namun disini kita hanya akan membahas 3 solusi saja yang bila diperluas selama 30 tahun ke depan, dapat mengurangi emisi co2 sebanyak 269,02 gigaton, jumlah yang mencengangkan jika dibandingkan dengan fakta bahwa sejak tahun 1751 dunia telah mengeluarkan total kumulatif 1500 gigaton co2.

Manajemen Pendingin.

Kembali ke tahun 1987, 196 negara meratifikasi protokol yang menyerukan semua negara untuk menghentikan penggunaan chlorofluorocarbon atau CFC, dalam mesin pendingin (kulkas), selambat-lambatnya pada tahun 1996. Saat itu CFC merobek-robek lubang di lapisan ozon, dengan adanya protokol tersebut, penggunaan CFC turun drastis , dan lubang di lapisan ozon mulai mengecil.

Perjanjian itu sukses secara definitive, kecuali untuk satu hal, CFC digantikan oleh hidrofluorokarbon atau HFC, zat yang tidak merusak ozon, tetapi merupakan penghasil emisi gas rumah kaca yang sangat potensial.

HFC memiliki kapasitas 1000 hingga 9000 kali untuk memerangkap panas daripada co2, meskipun umurnya cukup pendek di atmosfer, konsekuensi dari penumpukan HFC bisa sangat besar, tetapi itu juga berarti bahwa penghentian secara bertahap HFC dapat secara nyata memperlambat laju pemanasan global.

Mengganti HFC dengan refrigeran alami seperti amonia atau propana selama 30 tahun kedepan berpotensi menghindari pemanasan global sejumlah 0,5 hingga 1 derajat celcius, atau setara dengan menghindari 57,8 gigaton emisi CO2 pada tahun 2050. Itu sama dengan menghilangkan setiap mobil dari jalan raya secara global selama 90 tahun ke depan.

Energi Tenaga Angin.

Peneliti dari project drawdown mengusulkan bahwa jika kita dapat meningkatkan kapasitas angin hingga 26 persen dari konsumsi energi global kita, kita dapat menghindari sekitar 147 gigaton emisi gas rumah kaca pada tahun 2050, sekarang, dunia hanya memperoleh 4%  saja energi dari tenaga angin ini. Dan begitu turbin angin dibangun, penerapan sistem cadangan seperti interkoneksi jaringan dan teknik penyimpanan skala besar sangat penting untuk keberhasilan energi angin, karena sayangnya, angin tidak bertiup sepanjang waktu, ini adalah tugas yang sangat berat tetapi memungkinkan, mengingat konsekuensinya jika kita tidak segera meningkatkan produksi angin. Masa depan turbin angin dapat memiliki efek positif yang substansial pada perubahan iklim kita.

Pada Tahun 2018 Indonesia berhasil membangun turbin angin pertamanya di Sidrap, Sulawesi selatan. PLTB Sidrap merupakan pembangkit tenaga angin terbesar di Indonesia, dengan kapasitas 75 megawatt. Pembangkit ramah lingkungan ini terdiri dari 30 turbin kincir angin yang masing-masing berkapasitas 2,5 megawatt.

Sekadar informasi, Indonesia memiliki potensi energi angin mecapai 1,8 gigawatt. Daerah yang berpotensial untuk dikembangkan adalah Indonesia bagian timur, seperti Papua, Maluku dan Sulawesi Selatan. Pemerintah semakin optimis mencapai target energi terbarukan sebanyak 23 persen pada tahun 2025.

Pola Makan Nabati (Vegetarian).

Konstruksi turbin angin dan manajemen mesin pendingin adalah tugas infrastruktur dalam skala besar, yang tidak diragukan lagi akan membutuhkan mobilisasi pemerintah global dalam skala besar yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tapi ada solusi lain yang dapat Anda lakukan sendiri dalam kehidupan sehari-hari Anda,  yakni pola makan nabati (vegetarian).

Hewan ternak yang kita makan menuntut bahan bakar fosil melalui produksi pakan nya, transportasi nya serta penggundulan hutan dan emisi dari hewan itu sendiri, mengambil peran besar dari emisi rumah kaca secara global. Industri peternakan hewan sekarang menyumbang hampir 14,5% dari total jejak karbon tahunan dunia, serta 45% dari penggunaan lahannya. Tapi prediksi project drawdown bahwa jika hanya 50% dari populasi dunia mengadopsi pola makan nabati pada tahun 2050, kita dapat menghindari 65,05 gigaton emisi gas rumah kaca.

Tetapi jalan menuju transisi ini tidak akan sederhana, terutama dalam negara yang budaya makan cenderung pada daging.  Oleh sebab itu, pendidikan dan advokasi, akan menjadi sangat penting. Singkatnya, pola makan nabati (vegetarian) adalah pilihan yang dapat membuat dampak drastis pada emisi global kita.

Kita semua harus lantang berbicara tentang masalah ini sekritis mungkin,  bahwa kita harus segera mengambil tindakan, dan lebih dari apapun, untuk keselamatan umat manusia.

Pertanyaannya adalah, dapatkah kita mengubah arah tepat pada waktunya, satu-satunya hal yang dapat kita lakukan adalah mengontrol apa yang kita lakukan selanjutnya, bagaimana kita menjalani hidup,  apa yang kita konsumsi, bagaimana kita terlibat dan bersuara untuk memberi tahu pemimpin kita bahwa, kita tahu kebenaran tentang perubahan iklim, perubahan masif mutlak diperlukan saat ini, yang mengarah pada kesadaran kolektif baru, evolusi kolektif baru, dari umat manusia yang terinspirasi oleh rasa urgensi. sekarang saatnya bagi kita untuk deklarasi, tidak usah banyak bicara, tidak usah beralasan lagi, dunia sekarang sedang menyaksikan, apakah kita akan dipuji oleh generasi masa depan, atau dicaci oleh mereka. kita adalah harapan terakhir yang terbaik bagi bumi,  bumi meminta kita untuk melindunginya, dan setiap makhluk hidup dimasa yang akan datang, akan menghargai sejarah yang kita torehkan hari ini.(gwd/rltv)