Scroll untuk membaca artikel
Peristiwa

Novel Baswedan Diserang Lagi

1
×

Novel Baswedan Diserang Lagi

Share this article
Foto: fin/istimewa

Radartvnews.com – Serangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan datang lagi. Belum juga usai kasus penyiraman air keras, kini dia difitnah dengan sebuah foto yang menampilkan Novel tengah duduk bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di sebuah masjid.

Foto tersebut lantas dikaitkan dengan laporan dugaan korupsi biaya proyek dana Frankfurt Bookfair tahun 2015 senilai Rp 146 miliar yang diduga dilakukan Anies semasa menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Pertemuan keduanya tersebut dituding dapat mempengaruhi pelaporan perkara yang diduga dilakukan Anies.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat diklarifikasi membantah hal tersebut. Ia menyatakan, berdasarkan hasil penelusuran, foto tersebut diambil pada awal Juni 2017 seusai Novel salat di sebuah masjid di Singapura kala dirinya masih dalam masa perawatan pasca operasi mata.

“Akan tetapi, dengan dibentuknya framing seolah-olah hubungan saudara dan foto tersebut mempengaruhi penanganan perkara di KPK, kami pastikan hal tersebut tidak terjadi,” ujar Febri kepada wartawan, Jumat (4/10).

Peristiwa penyiraman air keras yang menimpa Novel diketahui terjadi pada 11 April 2017. Sehari kemudian, ia dilarikan ke rumah sakit di Singapura untuk dilakukan tindakan medis. Menurut penuturan Febri, pada awal Juni 2017 Novel masih dalam perawatan intensif.

Beberapa pihak masih berdatangan untuk menjenguk Novel, termasuk Anies Baswedan yang memiliki hubungan saudara dengan Novel.

Febri menyatakan, KPK memiliki aturan tegas terkait konflik kepentingan antara pegawai dengan pihak yang berperkara. Ia menambahkan, apabila terdapat pegawai yang memiliki hubungan keluarga dengan pihak berperkara, maka diwajibkan mundur dari tugas penanganan perkara.

“Karena di KPK terdapat aturan yang tegas tentang anti konflik kepentingan. Ada larangan di Undang-undang hingga aturan kode etik KPK,” jelas Febri.

Febri menegaskan, pengaduan masyarakat terhadap suatu dugaan tindak pidana korupsi kepada Direktorat Pengaduan Masyarakat di bawah Kedeputian Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) bersifat tertutup. Sedangkan, lini tempat Novel bertugas berada di Direktorat Penyidikan Kedeputian Penindakan.

“Sehingga, tidak memungkinkan bagi seorang penyidik untuk mengetahui apalagi mempengaruhi proses telaah dan analisis (laporan dugaan tindak pidana korupsi) di Direktorat Pengaduan Masyarakat,” jelas Febri.

Selain itu, beredar pula foto Novel Baswedan di sebuah bandara. Foto tersebut viral di media sosial. Narasi yang disertakan, menuding Novel akan bepergian ke luar negeri untuk berlibur.

Terkait hal ini, Febri membantah. Ia menjelaskan, foto tersebut diambil kala Novel hendak pergi ke Singapura untuk menjalani pengobatan mata di sebuah klinik. Novel, kata dia, ke Singapura sejak 19 September 2019.

“Saat itu dilakukan CT scan terhadap mata Novel dan ditemukan pendarahan dalam retina, sehingga perlu dilakukan beberapa tindakan. Hal ini berpengaruh terhadap penglihatan Novel,” beber Febri.

Tak hanya itu, Febri juga meluruskan kabar hoax yang kembali beredar soal tukar guling perkara suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilakukan Novel dengan 50 kamar indekos di Bandung. Menurut Febri, ini merupakan hoax yang kembali diedarkan. Padahal, pihaknya saat itu telah melakukan klarifikasi.

“Kami percaya masyarakat akan hati-hati dan rasional dalam mencerna Informasi yang beredar, apalagi saat ini Informasi palsu dengan berbagai cara diproduksi untuk tujuan-tujuan yang tidak benar,” tandas Febri.

Febri menyampaikan, KPK menyesalkan tindakan pihak-pihak tak bertanggung jawab yang sengaja menyebarkan informasi bohong terkait Novel. Ia menyatakan, kabar-kabar tersebut merupakan tuduhan yang tak berdasar.

“Kami mengajak semua pihak menggunakan kebebebasan berkomunikasi dan menyampaikan informasi secara bertanggungjawab dan hati-hati. Karena penyebaran berita bohong, apalagi jika dilakukan secara sistematis, maka hal itu dapat berdampak serius dan memanipulasi informasi yang diterima oleh masyarakat luas,” tutup Febri. (fin/put)